www.zonakapuas.com- Tiga orang Calon Bupati yang akan bertanding pada Pilkada Sintang 2020 mengikuti diskusi publik yang diselenggarakan Penabulu Fondation bersama Jurnalis Sintang bertempat di Canopy Center, Jumat (06/11/2020).
Tiga Cabup tersebut yakni, Jarot Winarno, Askiman dan Yohanes Rumpak. Mereka adu gagasan terkait visi misi membangun Sintang kedepan. Secara khusus terkait dengan kelestararian lingkungan dan mitigasi bencana.
“Diskusi publik ini wadah untuk penajaman dan membedah visi misi pasangan calon Bupati yang mengikuti kontestasi pilkada Sintang 2020, secara khusus terkait lingkungan dan mitigasi bencana,” ujar Koordinator Diskusi Publik, Ireng Maulana.
“kegiatan ini dibuat untuk mendengar Visi Misi mereka dalam membangun Sintang ke depan,kita melihat gagasan dari masing-masing kandidat untuk menjadi referensi masyarakat dalam memilih pemimpinnya pada 9 Desember 2020 mendatang,” tambahnya.
Pada kesempatan itu Cabup Nomor urut 1, Jarot Winarno mengatakan dirinya sangat mencintai semesta. Namun menurutnya menjaga kelestarian lingkungan, perlu kerjasama antara pemerintah dan seluluh komponen masyarakat.
“ pemerintah tidak bisa kerja sendirian, kita juga menyadari bahwasanya mesti dijaga, kita juga perlu pengakuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat adat, kebutuhan masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup yang unggul perlu dilakukan secara bertahap, karena dalam pengelolaan lingkungan perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.
Kemudia Cabub Sintang nomor urut dua, Askiman mengatakan perlu penelitian, pengawasan dan pengendalian yang harus memerlukan tenaga yang lebih teknis, tenaga yang lebih inti yang memiliki kemampuan besar dalam tata kelola lingkungan.
“Ada beberapa kesulitan dalam memberikan penataan yang baik saat ini, sehingga kita perlu melakukan perubahan terhadap cara yang paling tepat adalah dengan melakukan survey dan pemetaan agar mempermudah dalam pengelolaan lingkungan itu sendiri,” ujarnya.
Askiman mengatakan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan sangat terbatas, sehingga upaya dalam mewujudkan kelestarian lingkungan terhambat.
“Persoalaan tata kelola lingkungan hidup bagian kewenangan daerah. Tapi tata kelola alam, hutan, tanah, air dan semua yang ada lebih banyak tidak menjadi kewenangan daerah. PETI dimana-mana ada, air sudah menjadi kopi susu. Tapi penertiban yang berkaitan degan pertambangan sudah bukan kewenagan daerah. Ini menjadi persolaan ketika pemerintah pusat tidak memberikan kepercayaan besar kepada daerah untuk memberikan tata kelola yang baik,” terangnya.
Sementara Yohanes Rumpak, Cabup nomor urut tiga mengatakan masyarakat adat punya kemampuan melestarikan lingkungan namun kawasannya belum diakui sementera Presiden Jokowi meminta supaya 1,5 juta hektar hutan lindung dikalbar menjadi kawasan hutan adat.
“persolanya kita disini lambat bergerak. Ada tapi sangat lambat. Jadi hal terpenting itu adalah pengakuan dan perlidungan terhadap lingkungan,” ujarnya.
Kemudian lanjuut Rumpak pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi kerakyatan, akan lebih efektif sesuai dengan kebutuhan masyarakat menuju perbaikan tata kelola lingkungan. Ada kawasan yang unggul dan produktif, dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik, sehingga masyarakat menjadi produktif, dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang unggul dan bijak.
“Ada beberapa produk unggulan yang bisa kita lakukan sesuai dengan keinginan masyarakat, serta penyesuaian dengan perbaikan kebutuhan ekonomi kerakyatan, dengan melihat peluang bisnis yang mampu menopang kehidupan sehari-hari,seperti pengembangan tanaman kopi, coklat, dan masih banyak lagi,” ujarnya.
Dengan bertu, kata Rumpak maka kawasan hutan tetap terjaga dengan baik. Menurutnya wilayah kawasan hutan menjadi sebuah wasiat masyarakat adat, karena untuk menjadikan masyarakat menuju perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya alam yang unggul perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. (mo)
red iO