Sintang-Kejaksaan Negeri Sintang, Kalimantan Barat mengungkap dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit modal kerja biasa oleh salah satu Bank di Sintang kepada CV Jasa Aneka Sarana tahun 2018.
Ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain: SH, Direktur CV Jasa Aneka Sarana atau pengusaha yang mengajukan kredit modal kerja; DR, kasi kredit tahun 2018; RJ analis kredit 1 2018 dan ALZ analis kredit 2 tahun 2018.
Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Aco Rahmadi Jaya mengungkapkan, SH selaku Direktur CV Jasa Aneka Sarana antara bulan Desember tahun 2017 sampai dengan tanggal 5 Februari 2018, mendatangi salah satu Bank daerah Cabang Sintang untuk mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja Biasa atas nama CV Jasa Aneka Sarana (JAS) senilai Rp 2 miliar.
Pengajuan pinjaman modal kerja ke salah satu Bank daerah tersebut tanpa persetujuan dari AKH, Komanditer pasif CV Jasa Aneka Sarana (JAS).
Lalu, SH meniru tanda tangan AKH yang dibubuhkan dalam form debitur pinjaman.
“Dalam akte pendirianjya, komanditer aktif dalam pengajuan pinjamannya harus ada persetujuan dari komanditer pasif. Ternyata, ketika pengajuan tidak ada persetujuan atau tanda tangan dari komanditer pasif,” kata Aco, Kamis 25 Januari 2024.
Tujuan SH mengajukan kredit tersebut untuk tambahan modal kerja jasa angkutan batubara yaitu untuk membeli Tongkang.
Namun kenyataannya setelah uang cair hanya untuk menyewa Tongkang selama 1 bulan selain itu jaminan yang diserahkan awalnya hanya 3 sertifikat Hak Milik orang lain yang sudah dibalik nama atas nama SH setelah kredit dicairkan.
Akan tetapi, karena berdasarkan perhitungan dari analis Bank tidak mencukupi pinjaman sebanyak 2 miliar maka SH menambah 1 jaminan sertifikat Hak Milik orang lain yang masih dalam agunan di salah satu Bank daerah dengan sisa hutang sebesar Rp 200.173.682,84
Sehingga ketika Pejabat Komite Pemutus Kredit yakni tersangka RJ (Analis Kredit), ALZ (Analis Kredit), DR menyetujui pemberian kredit sebesar Rp 2 Miliar.
“Maka uang yang cair tersebut langsung dipotong untuk membayar sisa hutang sertifikat Hak Milik orang lain tersebut. Padahal dalam Kredit Modal Kerja Biasa jaminan sertifikat Hak Milik Orang lain boleh dipergunakan apabila ada hubungan pekerjaan dan atau kekeluargaan,” beber Aco.
Aco mengungkapkan, bahwa 4 sertifikat yang dijadikan jaminan di salah satu Bank Cabang Sintang tidak diikat dalam sertifikat hak tanggungan yang didaftarkan di BPN Sintang sehingga ketika pembayarannya menunggak dengan jumlah tunggakan per Februari 2023 dengan jumlah Rp. 3.054.017.002 miliar.
Pihak Bank tidak dapat melakukan eksekusi (penjualan) terhadap 4 SHM tersebut.
Dari keterangan (3 tersangka lain) mereka masih kita gali, apakah menerima pemberian dari SH. Tapi dari keterangan mereka masih kita pendalaman. Ternyata, ketika pengajuan tidak ada persetujuan atau tanda tangan dari komanditer pasif. Ditiru oleh SH. Pihak bank tidak melakukan verifikasi lagi terhadap komanditer pasifnya. Kalau saja dari awal bahwa ini tidak ada persetujuan, tentu saja tidak bisa dicairkan,” jelas Aco.
Dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja Biasa oleh Bank Kalbar Cabang Sintang kepada CV. Jasa Aneka Sarana (JAS) Tahun 2018 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 2 Miliar.
Pengungkapan kasus Tipikor ini erawal dari laporan masyarakat. Kemudian Tim Pidsus Kejaksaan Negeri Sintang melakukan penyelidikan pada 31 Maret 2023 dan dari hasil penyelidikan ditemukan suatu seristiwa yang diduga tindak-pidana sehingga tim penyelidik meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan pada 8 Juni 2023.
“Tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 19 orang Saksi, surat dari laboratorium forensik Bareskrim Polri dan ahli dari Keuangan Negara dan BPKP Provinsi di Pontianak,” ungkap Aco.
Berdasarkan perhitungan dari BPKP Pontianak akibat perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2 miliar rupiah
Para tersangka dikenakan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor(*)