Kabag Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Sintang, Hartati menyarankan Pemkab Sintang perlu mengeluarkan aturan yang berisi boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, terkait penolakan Jamaah Ahmadiyan Indonesia (JAI).
Hal ini dipandang perlu dilakukan untuk membwrika kepastian dan rasa aman bagi kedua belah pihak.
“Berdasarkan SKB 3 menteri, pemda hanya diberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan saja. Kita tidak boleh keluar dari SKB ini,” kata Hartati, Kamis 5 Agustus 2021.
Hartati mengungkapkan, Kabupaten Sintang ini pernah mengeluarkan Surat Kesepakatan Bersama 7 komponen pada 18 Februari 2005 yakni Bupati Sintang, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, Kepala Kepolisian, Kodim, Kepala Kantor Departemen Agama, dan Ketua MUI. Isinya memang melarang aktivitas ahmadiyah.
“Tetapi berdasarkan SKB 3 menteri tahun 2008, kita tidak boleh melarang mereka,” jelasnya.
Soal solusi pemindahan rumah ibadah JAI yang sudah terbangun di Desa Balai Harapan, Hartati menyebut perlu dilakukan pendekatan secara humanis kepada masyarakat.
“Pemkab Sintang bisa membantu pemindahan tempat ibadah Jemaah ahmadyah melalui dana hibah, lalu jemaat ahmadyah bisa menghibahkan tempat ibadah yang sekarang kepada pemerintah desa,” ujar Hartati.
Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Porman Patuan Radot menjelaskan soal Jemaat Ahmadyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Sintang, semua pihak harus memahami dan melaksanakan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2008 soal Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
“Kita tidak bisa melarang mereka, karena ada sanksi pidana. Mohon agar semua melakukan komunikasi yang baik untuk menyelesaikan masalah ini. Saya ingin Kabupaten Sintang tetap kondusif,” harapnya. (*)