Sintang, ZonaKapuas.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri menduga perusahaan kelapa sawit di perbatasan melakukan pencucian uang.
Dugaan tersebut bukannya tanpa alasan, pasalnya ada lapangan bola dan sekolah masuk dalam kawasan hak guna usaha (HGU) perusahaan.
“Di Desa Engkitan Kecamatan Ketungau Tengah, lapangan bola masuk kawasan HGU. Belum lagi lahan karet masyarakat di sekitar kampung lagi-lagi masuk HGU. Saya menilai tindakan tersebut merupakan upaya pencucian uang oleh perusahaan,” ucapnya saat di wawancara beberapa waktu lalu.
Ia menilai, permasalahan ini berkaitan erat dengan kejahatan keuangan dan mafia tanah terjadi. Karena ketika HGU terbit langsung diagunkan ke bank.
“Pemerintah mestinya tidak tinggal diam. karena ketika diagunkan ke bank, tanah ini menjadi uang. Nah di sinilah pencucian uangnya. Di sinilah kejahatannya,” jelasnya.
Padahal masyarakat setempat, merasa tidak melepas lahan ke perusahaan. Akibatnya masyarakat tidak dapat mengurus legalitas lahan tanah yang dimiliki. Permasalahan ini, berlarut-larut dan sering berpotensi menimbulkan konflik agraria.
“Oleh karenanya, satgas mafia tanah harus bekerja. Polda kah, KPK kah, harus bekerja. Mereka harus menindak perusahaan yang ada HGU tapi tidak memiliki alas hak yang benar. Ini kan perampokan terhadap tanah masyarakat,” tegasnya.
Politisi Partai Hanura ini juga mengatakan bahwa persoalan ini sebagai kejahatan terstruktur yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena menerbitkan HGU yang alas hak atau dasarnya tidak ada.
“Bagaimana perusahaan bisa mendapatkan HGU dari pemerintah sementara tanahnya tidak mereka bebaskan. Masyarakat jadi bingung, ketika mau membuat sertifikat tidak bisa karena kebunnya sudah masuk HGU,” bebernya.
Masyarakat sangat dirugikan ketika mereka ingin mengajukan sertifikat gratis ke pemerintah melalui PTSL namun tidak bisa karena lahan yang diajukan tumpang tindih dengan HGU.
“Padahal tujuan dari Pak Presiden Jokowi, dengan adanya sertifikat bisa ‘disekolahkan’ untuk membantu ekonomi masyarakat. Yang terjadi justru perusahaan yang menikmati,” pungkasnya.
(***)